Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.

Teori dan tipe - tipe kepemimpinan

Teori Dan Tipe-tipe Kepemimpinan
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu:
pemimpin sebagai subjek, dan.
yang dipimpin sebagai objek.
Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Mitos-mitos Pemimpin
Mitos pemimpin adalah pandangan-pandangan atau keyakinan-keyakinan masyarakat yang dilekatkan kepada gambaran seorang pemimpin. Mitos ini disadari atau tidak mempengaruhi pengembangan pemimpin dalam organisasi.
Ada 3 (tiga) mitos yang berkembang di masyarakat, yaitu mitos the Birthright, the For All - Seasons , dan the Intensity. Mitos the Birthright berpandangan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dihasilkan (dididik). Mitos ini berbahaya bagi perkembangan regenerasi pemimpin karena yang dipandang pantas menjadi pemimpin adalah orang yang memang dari sananya dilahirkan sebagai pemimpin, sehingga yang bukan dilahirkan sebagai pemimpin tidak memiliki kesempatan menjadi pemimpin
Mitos the For All - Seasons berpandangan bahwa sekali orang itu menjadi pemimpin selamanya dia akan menjadi pemimpin yang berhasil. Pada kenyataannya keberhasilan seorang pemimpin pada satu situasi dan kondisi tertentu belum tentu sama dengan situasi dan kondisi lainnya. Mitos the Intensity berpandangan bahwa seorang pemimpin harus bisa bersikap tegas dan galak karena pekerja itu pada dasarnya baru akan bekerja jika didorong dengan cara yang keras. Pada kenyataannya kekerasan mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja hanya pada awal-awalnya saja, produktivitas seterusnya tidak bisa dijamin. Kekerasan pada kenyataannya justru dapat menumbuhkan keterpaksaan yang akan dapat menurunkan produktivitas kerja




Teori-teori dalam Kepemimpinan
Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan orang untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai teori tentang kepemimpinan.
Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).
Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain :
Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan
Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan
kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa.
Sebab-sebab munculnya pemimpin
Ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin, antara lain:
a.Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin.
Seseorang menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta
didorong oleh kemauan sendiri
b.Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan lingkungan
Syarat-syarat kepemimpinan
Konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan
kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.

Tipe dan gaya kepemimpinan

Pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang khas, sehingga tingkah laku dan gayanya berbeda dari orang lain.
Teori-teori dalam kepemimpinan pada umumnya menunjukkan perbedaan karena setiap teoritikus mempunyai segi penekanannya sendiri yang dipandang dari satu aspek tertentu.
Teori-teori dalam Kepemimpinan

1. Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah:
- pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan; - sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif;
- kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
2. Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
a. konsiderasi dan struktur inisiasi
Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.
b. berorientasi kepada bawahan dan produksi
perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja.
3. Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P.
Siagian (1994:129) adalah
* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu.
Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan
berikut:

a. Model kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.
b. Model ” Interaksi Atasan-Bawahan” :
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan.
Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif, apabila:
* Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik;
* Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang
tinggi;
* Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.

c. Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat digunakan adalah
* Memberitahukan;
* Menjual;
* Mengajak bawahan berperan serta;
* Melakukan pendelegasian.
d. Model ” Jalan- Tujuan ”
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.
e. Model “Pimpinan-Peran serta Bawahan”
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya.
Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
Atribut-atribut Pemimpin

Secara umum atribut personal atau karakter yang harus ada atau melekat
pada diri seorang pemimpin adalah:
mumpuni, artinya memiliki kapasitas dan kapabilitas yang lebih balk daripada
orang-orang yang dipimpinnya,
juara, artinya memiliki prestasi balk akademik maupun non akademik yang
lebih balk dibanding orang-orang yang dipimpinnya,
tangungjawab, artinya memiliki kemampuan dan kemauan bertanggungjawab
yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang dipimpinnya,
aktif, artinya memiliki kemampuan dan kemauan berpartisipasi sosial dan melakukan sosialisasi secara aktif lebih balk dibanding oramg-orang yang dipimpinnya, dan
walaupun tidak harus, sebaiknya memiliki status sosial ekonomi yang lebih
tinggi disbanding orang-orang yang dipimpinnya.
Meskipun demikian, variasi atribut-atribut personal tersebut bisa berbeda- beda antara situasi organisasi satu dengan organisasi lainnya. Organisasi dengan situasi dan karakter tertentu menuntut pemimpin yang memiliki variasi atribut tertentu pula.
TEORI KEPEMIMPINAN KLASIK DAN TEORI KONTINGENSI
Kepemimpinan Menurut Teori Sifat (Trait Theory)
Studi-studi mengenai sifat-sifat/ciri-ciri mula-mula mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik fisik, ciri kepribadian, dan kemampuan orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang sifat/ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak memiliki hubungan yang kuat dan konsisten dengan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai sifat/ciri tidak memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu berinteraksi sebagai suatu
integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana situasi menentukan relevansi dari berbagai sifat/ciri dan kemampuan bagi keberhasilan seorang pemimpin.
Berbagai pendapat tentang sifat-sifat/ciri-ciri ideal bagi seorang pemimpin telah dibahas dalam kegiatan belajar ini termasuk tinjauan terhadap beberapa sifat/ciri yang ideal tersebut.
Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku (Behavioral Theory)
Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat dari teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian mempunyai lebih banyak bawahan yang puas.
Hasil studi kepemimpinan Ohio State University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua kategori yaitu consideration dan initiating structure. Hasil penelitian dari Michigan University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin memiliki kecenderungan berorientasi kepada bawahan dan berorientasi pada produksi/hasil. Sementara itu, model leadership continuum dan Likert’s Management Sistem menunjukkan bagaimana perilaku pemimpin terhadap bawahan dalam pembuatan keputusan. Pada sisi lain, managerial grid, yang sebenarnya menggambarkan secara grafik kriteria yang digunakan oleh Ohio State University dan orientasi yang digunakan oleh Michigan University. Menurut teori ini, perilaku pemimpin pada dasarnya terdiri dari perilaku yang pusat perhatiannya kepada manusia dan perilaku yang pusat perhatiannya pada produksi.
Teori Kontingensi (Contigensy Theory)
Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Teori Path-Goal tentang kepemimpinan meneliti bagaimana empat aspek perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut. Pada umumnya pemimpin memotivasi para pengikut dengan mempengaruhi persepsi mereka tentang konsekuensi yang mungkin dari berbagai upaya. Bila para pengikut percaya bahwa hasil-hasil dapat diperoleh dengan usaha yang serius dan bahwa usaha yang demikian akan berhasil, maka kemungkinan akan melakukan usaha tersebut. Aspek-aspek situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik pengikut menentukan tingkat keberhasilan dari jenis perilaku kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan dan usaha para pengikut.
LPC Contingency Model dari Fiedler berhubungan dengan pengaruh yang melunakkan dari tiga variabel situasional pada hubungan antara suatu ciri pemimpin (LPC) dan kinerja pengikut. Menurut model ini, para pemimpin yang berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-situasi yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para pemimpin dengan skor LPC rendah akan lebih menguntungkan baik pada situasi yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Leader Member Exchange Theory menjelaskan bagaimana para pemimpin mengembangkan hubungan pertukaran dalam situasi yang berbeda dengan berbagai pengikut. Hersey and Blanchard Situasional Theory lebih memusatkan perhatiannya pada para pengikut. Teori ini menekankan pada perilaku pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dan hubungan pemimpin pengikut.
Leader Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi. Model ini menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya pada perilaku kepemimpinan seseorang yang bersifat fleksibel sesuai dengan keadaan yang dihadapinya.
TEORI KEPEMIMPINAN KONTEMPORER
Teori Atribut Kepemimpinan
Teori atribusi kepemimpinan mengemukakan bahwa kepemimpinan semata- mata merupakan suatu atribusi yang dibuat orang atau seorang pemimpin mengenai individu-individu lain yang menjadi bawahannya.
Beberapa teori atribusi yang hingga saat ini masih diakui oleh banyak orang
yaitu:
Teori Penyimpulan Terkait (Correspondensi Inference), yakni perilaku orang
lain merupakan sumber informasi yang kaya.
Teori sumber perhatian dalam kesadaran (Conscious Attentional Resources) bahwa proses persepsi terjadi dalam kognisi orang yang melakukan persepsi (pengamatan).
Teori atribusi internal dan eksternal dikemukakan oleh Kelly & Micella, 1980
yaitu teori yang berfokus pada akal sehat.
Kepemimpinan Kharismatik
Karisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari proses interaktif antara pemimpin dan para pengikut. Atribut-atribut karisma antara lain rasa percaya diri, keyakinan yang kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara dan yang lebih penting adalah bahwa atribut-atribut dan visi pemimpin tersebut relevan dengan kebutuhan para pengikut.
Berbagai teori tentang kepemimpinan karismatik telah dibahas dalam kegiatan belajar ini. Teori kepemimpinan karismatik dari House menekankan kepada identifikasi pribadi, pembangkitan motivasi oleh pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap tujuan- tujuan dan rasa percaya diri para pengikut. Teori atribusi tentang karisma lebih menekankan kepada identifikasi pribadi sebagai proses utama mempengaruhi dan internalisasi sebagai proses sekunder. Teori konsep diri sendiri menekankan internalisasi nilai, identifikasi sosial dan pengaruh pimpinan terhadap kemampuan diri dengan hanya memberi peran yang sedikit terhadap identifikasi pribadi. Sementara itu, teori penularan sosial menjelaskan bahwa perilaku para pengikut dipengaruhi oleh pemimpin tersebut mungkin melalui identifikasi pribadi dan para pengikut lainnya dipengaruhi melalui proses penularan social. Pada sisi lain, penjelasan psikoanalitis tentang karisma memberikan kejelasan kepada kita bahwa pengaruh dari pemimpin berasal dari identifikasi pribadi dengan pemimpin tersebut.
Karisma merupakan sebuah fenomena. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin karismatik untuk merutinisasi karisma walaupun sukar untuk dilaksanakan. Kepemimpinan karismatik memiliki dampak positif maupun negatif terhadap para pengikut dan organisasi.
Kepemimpinan Trnasformasional
Pemimpin pentransformasi (transforming leaders) mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan mengarahkannya kepada cita-cita dan nilai- nilai moral yang lebih tinggi.
Burns dan Bass telah menjelaskan kepemimpinan transformasional dalam organisasi dan membedakan kepemimpinan transformasional, karismatik dan transaksional. Pemimpin transformasional membuat para pengikut menjadi lebih peka terhadap nilai dan pentingnya pekerjaan, mengaktifkan kebutuhan- kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi dan menyebabkan para pengikut lebih mementingkan organisasi. Hasilnya adalah para pengikut merasa adanya kepercayaan dan rasa hormat terhadap pemimpin tersebut, serta termotivasi untuk melakukan sesuatu melebihi dari yang diharapkan darinya. Efek-efek transformasional dicapai dengan menggunakan karisma, kepemimpinan inspirasional, perhatian yang diindividualisasi serta stimulasi intelektual.
Hasil penelitian Bennis dan Nanus, Tichy dan Devanna telah memberikan suatu kejelasan tentang cara pemimpin transformasional mengubah budaya dan strategi-strategi sebuah organisasi. Pada umumnya, para pemimpin transformasional memformulasikan sebuah visi, mengembangkan sebuah komitmen terhadapnya, melaksanakan strategi-strategi untuk mencapai visi tersebut, dan menanamkan nilai-nilai baru.
TIPOLOGI KEPEMIMPINAN

Tipologi Kepemimpinan Berdasarkan Kondisi Sosio Psikologis

Kondisi sosio-psikologis adalah semua kondisi eksternal dan internal yang ada pada saat pemunculan seorang pemimpin. Dari sisi kondisi sosio-psikologis pemimpin dapat dikelompokkan menjadi pemimpin kelompok (leaders of crowds), pemimpin siswa/mahasiswa (student leaders), pemimpin publik (public leaders), dan pemimpin perempuan (women leaders). Masing-masing tipe pemimpin tersebut masih bisa dibuat sub-tipenya. Sub-tipe pemimpin kelompok adalah: crowd compeller, crowd exponent, dan crowd representative.
Sub-tipe pemimpin siswa/mahasiswa adalah: the explorer president, the take charge president, the organization president, dan the moderators. Sub-tipe pemimpin publik ada beberapa, yaitu:
Menurut Pluto: timocratic, plutocratic, dan tyrannical
Menurut Bell, dkk: formal leader, reputational leader, social leader, dan
influential leader
Menurut J.M. Burns, ada pemimpin legislatif yang : ideologues, tribunes,
careerist, dan parliementarians.
Menurut Kincheloe, Nabi atau Rasul juga termasuk pemimpin publik, yang memiliki kemampuan yang sangat menonjol yang membedakannya dengan pemimpin bukan Nabi atau Rasul, yaitu dalam hal membangkitkan keyakinan dan rasa hormat pengikutnya untuk dengan sangat antusias mengikuti ajaran yang dibawanya dan meneladani semua sikap dan perilakunya.
Tipe pemimpin yang lain adalah pemimpin perempuan, yang oleh masyarakat dilekati 4 setereotip, yaitu sebagai: the earth mother, the manipulator, the workaholic, dan the egalitarian.
Tipologi Kepemimpinan Berdasar Kepribadian
Tipologi kepemimpinan berdasar kepribadian dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu tipologi Myers - Briggs dan tipologi berdasar skala CPI (California Personality Inventory). Myers - Briggs mengelompokkan tipe- tipe kepribadian berdasar konsep psikoanalisa yang dikembangkan oleh Jung.
yaitu: extrovert - introvert, sensing - intuitive, thinking - feeling, judging -
perceiving. Tipe kepribadian ini kemudian dia teliti pada manajer Amerika
Serikat dan diperoleh tipe pemimpin berdasar kepribadian sebagai berikut:
ISTJ: introvert - sensing - thinking - judging
ESTJ: extrovert - sensing - thinking - judging
ENTJ: extrovert - intuitive - thinking - judging
INTJ:introvert - intuitive - thinking - judging
Kemudian dengan menggunakan tipe kepribadian yang disusun berdasar konsep psikoanalisa Jung, Delunas melakukan penelitian terhadap para manajer dan ekesekutif negara bagian, dan mengelompokkan tipe pemimpin
berdasar kepribadian sebagai berikut:
Sensors - perceivers
Sensors - judgers
Intuitive - thinkers
Intuitive - feelers
Tipologi kepribadian yang lain adalah sebagaimana yang disusun dengan menggunakan skala CPI (California Personality Invetory) yang mengelompokkan tipe pemimpin menjadi: leader, innovator, saint, dan artist.
Tipologi Kepemimpinan Berdasar Gaya Kepemimpinan
Ada empat kelompok tipologi kepemimpinan yang disusun berdasar gaya kepemimpinan, yaitu tipologi Blake - Mouton, tipologi Reddin, tipologi Bradford - Cohen, dan tipologi Leavitt. Menurut Blake - Mouton tipe pemimpin dapat dibagi ke dalam tipe:
Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Rendah, Orientasi Tugasnya
Ekstrim Tinggi,
Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Tinggi, Orientasi Tugasnya
Ekstrim Rendah,
Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Rendah, Orientasi Tugasnya
Ekstrim Rendah,
Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Moderat, Orientasi Tugasnya
Moderat, dan
Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Tinggi, Orientasi Tugasnya
Ekstrim Tinggi
Kemudian Reddin melakukan pengembangan lanjut atas tipologi ini, dan menemukan tipe pemimpin sebagai berikut: deserter, missionary, compromiser, bureaucrat, benevolent autocrat, developer, dan executive. Sementara Bradford dan Cohen membagi tipe pemimpin menjadi: technician, conductor, dan developer. Tipologi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Leavitt membagi tipe pemimpin menjadi: pathfinders, problem solvers, dan implementers.
Tipologi Kepemimpinan Berdasar Peran Fungsi dan Perilaku
Tipologi pemimpin berdasar fungsi, peran, dan perilaku pemimpin adalah tipologi pemimpn yang disusun dengan titik tolak interaksi personal yang ada dalam kelompok . Tipe-tipe pemimpin dalam tipologi ini dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe berdasar fungsi, berdasar peran, dan berdasar perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin. Berdasar perilakunya, tipe pemimpin dikelompokkan dalam kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh: Cattell dan Stice; S. Levine; Clarke; Komaki, Zlotnik dan Jensen. Berdasar fungsinya, tipe pemimpin dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh: Bales dan Slater; Roby; Shutz; Cattell; Bowes dan Seashore. Berdasar perannya, tipe pemimpin dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh : Benne dan Sheats; dan Mintzberg.
PERAN-PERAN PEMIMPIN
The Vision Role
Sebuah visi adalah pernyataan yang secara relatif mendeskripsikan aspirasi atau arahan untuk masa depan organisasi. Dengan kata lain sebuah pernyataan visi harus dapat menarik perhatian tetapi tidak menimbulkan salah pemikiran.
Agar visi sesuai dengan tujuan organisasi di masa mendatang, para pemimpin harus menyusun dan manafsirkan tujuan-tujuan bagi individu dan unit-unit kerja.
Peran Pemimpin dalam Pengendalian dan Hubungan Organisasional
Tindakan manajemen para pemimpin organisasi dalam mengendalikan organisasi meliputi: (a) mengelola harta milik atau aset organisasi; (b) mengendalikan kualitas kepemimpinan dan kinerja organisasi; (c) menumbuhkembangkan serta mengendalikan situasi maupun kondisi kondusif yang berkenaan dengan keberadaan hubungan dalam organisasi. Dan peran pengendalian serta pemelihara / pengendali hubungan dalam organisasi merupakan pekerjaan kepemimpinan yang berat bagi pemimpin. Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan, seni dan keahlian untuk melaksanakan kepemimpinan yang efektif.
Ruang lingkup peran pengendali organiasasi yang melekat pada pemimpin meliputi pengendalian pada perumusan pendefinisian masalah dan pemecahannya, pengendalian pendelegasian wewenang, pengendalian uraian kerja dan manajemen konflik.
Ruang lingkup peran hubungan yang melekat pada pemimpin meliputi peran pemimpin dalam pembentukan dan pembinaan tim-tim kerja; pengelolaan tata kepegawaian yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi; pembukaan, pembinaan dan pengendalian hubungan eksternal dan internal organisasi serta perwakilan bagi organisasinya.
Peran Pembangkit Semangat
Salah satu peran kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin adalah peran membangkitkan semangat kerja. Peran ini dapat dijalankan dengan cara memberikan pujian dan dukungan. Pujian dapat diberikan dalam bentuk penghargaan dan insentif. Penghargaan adalah bentuk pujian yang tidak berbentuk uang, sementara insentif adalah pujian yang berbentuk uang atau benda yang dapat kuantifikasi. Pemberian insentif hendaknya didasarkan pada aturan yang sudah disepakati bersama dan transparan. Insentif akan efektif dalam peningkatan semangat kerja jika diberikan secara tepat, artinya sesuai dengan tingkat kebutuhan karyawan yang diberi insentif, dan disampaikan oleh pimpinan tertinggi dalam organisasi , serta diberikan dalam suatu ‘event’ khusus.
Peran membangkitkan semangat kerja dalam bentuk memberikan dukungan, bisa dilakukan melalui kata-kata , baik langsung maupun tidak langsung, dalam kalimat-kalimat yang sugestif. Dukungan juga dapat diberikan dalam bentuk peningkatan atau penambahan sarana kerja, penambahan staf yag berkualitas, perbaikan lingkungan kerja, dan semacamnya.
Peran Menyampaikan Informasi
Informasi merupakan jantung kualitas perusahaan atau organisasi; artinya walaupun produk dan layanan purna jual perusahaan tersebut bagus, tetapi jika komunikasi internal dan eksternalnya tidak bagus, maka perusahaan itu tidak akan bertahan lama karena tidak akan dikenal masyarakat dan koordinasi kerja di dalamnya jelek. Penyampaian atau penyebaran informasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga informasi benar-benar sampai kepada komunikan yang dituju dan memberikan manfaat yang diharapkan. Informasi yang disebarkan harus secara terus-menerus dimonitor agar diketahui dampak internal maupun eksternalnya. Monitoring tidak dapat dilakukan asal-asalan saja, tetapi harus betul-betul dirancang secara efektif dan sistemik. Selain itu, seorang pemimpin juga harus menjalankan peran consulting baik ke ligkungan internal organisasi maupun ke luar organisasi secara baik, sehingga tercipta budaya organisasi yang baik pula. Sebagai orang yang berada di puncak dan dipandang memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding yang dipimpin, seorang pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang tepat dan simpatik kepada bawahannya yang mengalami masalah dalam melaksanakan pekerjaannya.
GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Gaya kepemimpinan demokratis diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat dan perilaku yang cenderung memajukan dan mengembangkan organisasi/kelompok. Di samping itu diwujudkan juga melalui perilaku kepemimpinan sebagai pelaksana (eksekutif).
Dengan didominasi oleh ketiga perilaku kepemimpinan tersebut, berarti gaya ini diwarnai dengan usaha mewujudkan dan mengembangkan hubungan manusiawi (human relationship) yang efektif, berdasarkan prinsip saling menghormati dan menghargai antara yang satu dengan yang lain. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek, yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, minat/perhatian, kreativitas, inisiatif, dan lain-lain yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain selalu dihargai dan disalurkan secara wajar.
Berdasarkan prinsip tersebut di atas, dalam gaya kepemimpinan ini selalu terlihat usaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Proses kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang luas bagi anggota kelompok/organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Partisipasi itu disesuaikan dengan posisi/jabatan masing-masing, di samping memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota kelompok/organisasi. Para pemimpin pelaksana sebagai pembantu pucuk pimpinan, memperoleh pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, yang sama atau seimbang pentingnya bagi pencapaian tujuan bersama. Sedang bagi para anggota kesempatan berpartisipasi dilaksanakan dan dikembangkan dalam berbagai kegiatan di lingkungan unit masing-masing, dengan mendorong terwujudnya kerja sama, baik antara anggota dalam satu maupun unit yang berbeda. Dengan demikian berarti setiap anggota tidak saja diberi kesempatan untuk aktif, tetapi juga dibantu dalam mengembangkan sikap dan kemampuannya memimpin. Kondisi itu memungkinkan setiap orang siap untuk dipromosikan menduduki posisi/jabatan pemimpin secara berjenjang, bilamana terjadi kekosongan karena pensiun, pindah, meninggal dunia, atau
sebab-sebab lain.
Kepemimpinan dengan gaya demokratis dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing. Dengan demikian dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan, justru sebaliknya semua merasa terdorong mensukseskannya sebagai tanggung jawab bersama. Setiap anggota kelompok/organisasi merasa perlu aktif bukan untuk kepentingan sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama.
Aktivitas dirasakan sebagai kebutuhan dalam mewujudkan partisipasi, yang berdampak pada perkembangan dan kemajuan kelompok/organisasi secara keseluruhan. Tidak ada perasaan tertekan dan takut, namun pemimpin selalu dihormati dan disegani secara wajar
Gaya Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter merupakan gaya kepemimpinan yang paling tua dikenal manusia. Oleh karena itu gaya kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang di antara mereka tetap ada seorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Orang-orang yang dipimpin yang jumlahnya lebih banyak, merupakan pihak yang dikuasai, yang disebut bawahan atau anak buah. Kedudukan bawahan semata-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan. Pemimpin memandang dirinya lebih, dalam segala hal dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah, sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa perintah. Perintah pemimpin sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena dipandang sebagai satu-satunya yang paling benar. Pemimpin sebagai penguasa merupakan penentu nasib bawahannya. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain, selain harus tunduk dan patuh di bawah kekuasaan sang pemimpin. Kekuasaan pimpinan digunakan untuk menekan bawahan, dengan mempergunakan sanksi atau hukuman sebagai alat utama. Pemimpin menilai kesuksesannya dari segi timbulnya rasa takut dan kepatuhan yang bersifat kaku.
Kepemimpinan dengan gaya otoriter banyak ditemui dalam pemerintahan Kerajaan Absolut, sehingga ucapan raja berlaku sebagai undang-undang atau ketentuan hukum yang mengikat. Di samping itu sering pula terlihat gaya dalam kepemimpinan pemerintahan diktator sebagaimana terjadi di masa Nazi Jerman dengan Hitler sebagai pemimpin yang otoriter. Gaya Kepemimpinan Bebas dan Gaya Kepemimpinan Pelengkap
Kepemimpinan Bebas merupakan kebalikan dari tipe atau gaya kepemimpinan otoriter. Dilihat dari segi perilaku ternyata gaya kepemimpinan ini cenderung didominasi oleh perilaku kepemimpinan kompromi (compromiser) dan perilaku kepemimpinan pembelot (deserter). Dalam prosesnya ternyata sebenarnya tidak dilaksanakan kepemimpinan dalam arti sebagai rangkaian kegiatan menggerakkan dan memotivasi anggota kelompok/organisasinya dengan cara apa pun juga. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan (berbuat) menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perseorangan maupun berupa kelompok-kelompok kecil.
Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat, yang dilakukan dengan memberi kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi anggota kelompok yang memerlukannya. Kesempatan itu diberikan baik sebelum maupun sesudah anggota yang bersangkutan menetapkan keputusan atau melaksanakan suatu kegiatan.
Kepemimpinan dijalankan tanpa berbuat sesuatu, karena untuk bertanya atau tidak (kompromi) tentang sesuatu rencana keputusan atau kegiatan, tergantung sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin. Dalam keadaan seperti itu setiap terjadi kekeliruan atau kesalahan, maka pemimpin selalu berlepas tangan karena merasa tidak ikut serta menetapkannya menjadi keputusan atau kegiatan yang dilaksanakan kelompok/organisasinya. Pemimpin melepaskan diri dari tanggung jawab (deserter), dengan menuding bahwa yang salah adalah anggota kelompok/organisasinya yang menetapkan atau melaksanakan keputusan dan kegiatan tersebut. Oleh karena itu bukan dirinya yang harus dan perlu diminta pertanggungjawaban telah berbuat kekeliruan atau kesalahan.
Sehubungan dengan itu apabila tidak seorang pun orang-orang yang dipimpin atau bawahan yang mengambil inisiatif untuk menetapkan suatu keputusan dan tidak pula melakukan sesuatu kegiatan, maka kepemimpinan dan keseluruhan kelompok/organisasi menjadi tidak berfungsi. Kebebasan dalam menetapkan suatu keputusan atau melakukan suatu kegiatan dalam tipe kepemimpinan ini diserahkan sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin.
Oleh karena setiap manusia mempunyai kemauan dan kehendak sendiri, maka akan berakibat suasana kebersamaan tidak tercipta, kegiatan menjadi tidak terarah dan simpang siur. Wewenang tidak jelas dan tanggung jawab menjadi kacau, setiap anggota saling menunggu dan bahkan saling salah menyalahkan apabila diminta pertanggungjawaban.
Gaya atau perilaku kepemimpinan yang termasuk dalam tipe kepemimpinan
bebas ini antara lain

Kepemimpinan Agitator
Tipe kepemimpinan ini diwarnai dengan kegiatan pemimpin dalam bentuk tekanan, adu domba, memperuncing perselisihan, menimbulkan dan memperbesar perpecahan/pertentangan dan lain-lain dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri. Agitasi yang dilakukan terhadap orang luar atau organisasi lain, adalah untuk mendapatkan keuntungan bagi organisasinya dan bahkan untuk kepentingan pemimpin sendiri
Kepemimpinan Simbol
Tipe kepemimpinan ini menempatkan seorang pemimpin sekedar sebagai lambang atau simbol, tanpa menjalankan kegiatan kepemimpinan yang sebenarnya.
Di samping gaya kepemimpinan demokratis, otokrasi maupun bebas maka pada kenyataannya sulit untuk dibantah bila dikatakan terdapat beberapa gaya atau perilaku kepemimpinan yang tidak dapat dikategorikan ke dalam salah satu tipe kepemimpinan tersebut. Sehubungan dengan itu sekurang kurangnya terdapat lima gaya atau perilaku kepemimpinan seperti itu. Kelima gaya atau perilaku kepemimpinan itu adalah
Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Ahli (Expert)
Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Kharismatik
Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Paternalistik
Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Pengayom
Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Tranformasional

KEKUASAAN DAN KONFLIK DALAM KEPEMIMPINAN
Kekuasaan
Kekuasaan dapat didefinisikan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang pemimpin. Kekuasaan seringkali dipergunakan silih berganti dengan istilah pengaruh dan otoritas.
Berbagai sumber dan jenis kekuasaan dari beberapa teoritikus seperti French dan Raven, Amitai Etzioni, Kenneth W. Thomas, Organ dan Bateman, dan Stepen P Robbins telah dikemukakan dalam kegiatan belajar ini.
Kekuasaan merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan kondisi yang berubah dan tindakan-tindakan para pengikut. Berkaitan dengan hal ini telah dikemukakan social exchange theory, strategic contingency theory dan proses-proses politis sebagai usaha untuk mempertahankan, melindungi dan me-ningkatkan kekuasaan.
Dalam kaitan dengan kekuasaan, para pemimpin membutuhkan kekuasaan tertentu agar efektif. Keberhasilan pemimpin sangat tergantung pada cara penggunaan kekuasaan. Pemimpin yang efektif kemungkinan akan menggunakan kekuasaan dengan cara yang halus, hati-hati, meminimalisasi perbedaan status dan menghindari ancaman- ancaman terhadap rasa harga diri para pengikut.
Pengaruh
Pengaruh sebagai inti dari kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang
untuk mengubah sikap, perilaku orang atau kelompok dengan cara-cara yang spesifik. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya cukup memiliki kekuasaan, tetapi perlu pula mengkaji proses-proses mempengaruhi yang timbal balik yang terjadi antara pemimpin dengan yang dipimpin.
Para teoretikus telah mengidentifikasi berbagai taktik mempengaruhi yang berbeda-beda seperti persuasi rasional, permintaan berinspirasi, pertukaran, tekanan, permintaan pribadi, menjilat, konsultasi, koalisi, dan taktik mengesahkan. Pilihan taktik mempengaruhi yang akan digunakan oleh seorang pemimpin dalam usaha mempengaruhi para pengikutnya tergantung pada beberapa aspek situasi tertentu. Pada umumnya, para pemimpin lebih sering menggunakan taktik-taktik mempengaruhi yang secara sosial dapat diterima, feasible, memungkinkan akan efektif untuk suatu sasaran tertentu, memungkinkan tidak membutuhkan banyak waktu, usaha atau biaya.
Efektivitas masing-masing taktik mempengaruhi dalam usaha untuk memperoleh komitmen dari para pengikut antara lain tergantung pada keterampilan pemimpin, jenis permintaan serta position dan personal power pemimpin tersebut.
Konflik
Konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana sebuah usaha dibuat dengan sengaja oleh seseorang atau suatu unit untuk menghalangi pihak lain yang menghasilkan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain atau meneruskan kepentingannya.
Ada beberapa pandangan tentang konflik yaitu pandangan tradisional, netral dan interaksionis. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik itu negatif, pandangan netral menganggap bahwa konflik adalah ciri hakiki tingkah laku manusia yang dinamis, sedangkan interaksionis mendorong terjadinya konflik.
Untuk mengurangi, memecahkan dan menstimulasi konflik ada beberapa pendekatan atau strategi yang dapat ditempuh sebagaimana disarankan oleh beberapa teoretikus.
PERKEMBANGAN MUTAKHIR TENTANG KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan Perempuan
Perubahan lingkungan dan pergeseran budaya telah mempengaruhi dinamika kepemimpinan perempuan. Pada umumnya pemimpin perempuan cenderung diberikan porsi pada organisasi perempuan dan sosial. Namun dengan adanya globalisasi telah merubah paradigma kepemimpinan ke arah pertimbangan core competence yang dapat berdaya saing di pasar global Oleh sebab itu banyak organisasi berkaliber dunia yang memberikan kesempatan bagi perempuan yang mampu dan memenuhi persyaratan kepemimpinan sesuai situasi dan kondisi sekarang ini.
Hambatan bagi kepemimpinan perempuan lebih banyak akibat adanya stereotipe negatif tentang kepemimpinan perempuan serta dari mental (perempuan) yang bersangkutan. Stereotipe-stereotipe tersebut muncul sebagai akibat dari pemikiran individu dan kolektif yang berasal dari latar belakang sosial budaya dan karakteristik pemahaman masyarakat terhadap gender serta tingkat pembangunan suatu negara atau wilayah.
Dari hasil temuan, ternyata tidak ditemukan adanya perbedaan antara gaya kepemimpinan perempuan dengan laki-laki, walaupun ada sedikit perbedaan potensi kepemimpinan perempuan dan laki-laki, di mana keunggulan dan kelemahan potensi kepemimpinan perempuan dan laki-laki merupakan hal yang saling mengisi. Begitu juga dengan karakteristik kepemimpinan perempuan dan laki-laki dapat disinergikan menjadi kekuatan yang harmonis bagi organisasi yang bersangkutan.
Untuk menduduki posisi kepemimpinan dalan organisasi di era global, perempuan perlu meningkatkan ESQ dan memperkaya karakteristik kepemimpinannya dengan komponen-komponen, antara lain pembangunan mental, ketangguhan pribadi dan ketangguhan sosial serta menutupi agresivitasnya menjadi ketegasan sikap, inisiatif, dan percaya diri akan kompetensinya.
Kepemimpinan dalam Beragam Budaya dan Negara
Pada kegiatan belajar ini telah Anda lihat bahwa terdapat perbedaan mendasar dari sikap dan perilaku pemimpin pada berbagai Negara atau budaya. Namun demikian, terdapat dimensi kepemimpinan yang secara universal relatif sama yaitu setiap pemimpin diharapkan mampu proaktif dan tidak otoriter. Di samping itu, terdapat pula beberapa variasi sikap dan perilaku pemimpin di dalam kelompok budaya dan di dalam Negara pada berbagai budaya atau Negara. Demikian pula terdapat perbedaan sikap dan perilaku pemimpin pada Negara- Negara yang menganut system nilai berbeda. Kepemimpinan Visioner
Seorang pemimpin visioner harus bisa menjadi penentu arah, agen perubahan,
juru bicara dan pelatih.
Oleh karena itu seorang pemimpin visioner harus:
menyusun arah dan secara personal sepakat untuk menyebarkan
kepemimpinan visioner ke seluruh organisasi.
memberdayakan para karyawan dalam bertindak untuk mendengar dan
mengawasi umpan balik.
selalu memfokuskan perhatian dalam membentuk organisasi mencapai potensi
terbesarnya.

Kepemimpinan Ahli
Pada era globalisasi, banyak terjadi perubahan dalam segala sendi kehidupan masyarakat, terutama yang berhubungan dengan bidang ekonomi perdagangan, industri, telekomunikasi dan informasi. Dalam masa post modernism yang sekarang sedang kita jalani, perubahan paradigma manajemen turut bergerak secara dinamis, dari paradigma manajemen klasik hingga paradigma post modernism yang salah satunya diwakili oleh learning organization dengan pengukuran kinerja balanced score card yang memperhitungkan pula keterkaitan dengan lingkungan luar organisasi.
Secara historis, paradigma kepemimpinan tersebut terbagi dalam beberapa lokus dan fokus keilmuan, yang diwakili dalam kelompok paradigma aliran wilayah utara, barat, timur dan global baru. Hal tersebut, dipaparkan dalam beberapa kategori, antara lain dalam kategori manajer individual, yang terbagi menjadi manajemen efektif (Drucker), manajemen perusahaan (Peters), manajemen kualitas total (Toyota), keahlian diri pada bidang tertentu (self- mastery); kategori kelompok sosial terbagi menjadi kerjasama tim yang efektif (Likert), pembagian nilai (Deal/Kennedy), siklus atau lingkaran kualitas (Sony), sinergi sosial; kategori organisasi secara keseluruhan yang terbagi menjadi organisasi yang hirarkis (Chandler), organisasi jaringan (Handy) organisasi ramping (Honda), organisasi yang belajar (learning organization), kategori ekonomi dan masyarakat yang terbagi menjadi tanggungjawab badan hukum (Chandler), perusahaan swasta yang mandiri atau bebas (Gilder), modal atau investasi sumber daya manusia (Ozaka) dan pembangunan yang berkelanjutan.
Globalisasi juga telah mempengaruhi terjadinya perubahan paradigma dalam praktik manajemen khususnya kepemimpinan. Secara garis besar, perbedaaan antara paradigma lama dan baru dilihat dari aspek-aspek antara lain berikut ini:
dari aspek tanggung jawab organisasi: paradigma lama menitikberatkan pada pertanggungjawaban organisasi tentang lingkungan akibat dari proses input- proses-output organisasi sedangkan pada paradigma baru menekankan tanggungjawab pada pembangunan yang berkelanjutan.
dari aspek tim manajemen: paradigma lama menekankan struktur dan fungsi interaksi kelompok untuk mencapai sinergi sosial dalam mengelola organisasi masing-masing, sedangkan paradigma baru menitikberatkan pada struktur dan proses dengan pendekatan learning organization.
dari aspek kepemimpinan manajemen: paradigma lama menitikberatkan pada kapasitas individual manajer dalam memimpin, sedangkan paradigma baru menekankan keunggulan diri manajer (self-mastery) dalam memimpin.
Kesemua perjalananan dan dinamika faktor-faktor organisasi tersebut baik eksternal maupun internal, telah membawa perubahan paradigma kepemimpinan yang dinamis dan fleksibel. Perubahan tersebut banyak menyangkut pada pembentukan mental pribadi manajer dan pembentukan visi manajer serta organisasi.
APLIKASI KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI
Kepemimpinan, Organisasi dan Perubahan Lingkungan
Ada tiga jenis perubahan yaitu perubahan rutin, perubahan pengembangan, dan inovasi. Mengelola perubahan adalah hal yang sulit. Ukuran kapasitas kepemimpinan seseorang salah satu diantaranya adalah kemampuannya dalam mengelola perubahan. Kemampuan ini penting sebab pada masa kini pemimpin, akan selalu dihadapkan pada perubahan-perubahan, sehingga pemimpin dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Pemimpin yang kuat bahkan mampu mempelopori perubahan lingkungan. Ada empat tahap yang harus dilakukan agar pemimpin dapat mengelola perubahan lingkungan. Tahap-tahap tersebut adalah pertama, mengidentifikasi perubahan; Kedua, Menilai posisi organisasi; Ketiga, Merencanakan dan melaksanakan perubahan; dan Keempat, Melakukan evaluasi. Untuk memperoleh hasil yang diharapkan maka keempat langkah tersebut perlu dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan.
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Tugas utama seorang pemimpin adalah mengajak orang untuk menyumbangkan bakatnya secara senang hati dan bersemangat untuk kepentingan organisasi. Dengan demikian pemimpin atau manajer harus mengarahkan perilaku para anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai. Para pemimpin perlu membentuk, mengelola, meningkatkan, dan mengubah budaya kerja organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, manajer perlu menggunakan kemampuannya dalam membaca kondisi lingkungan organisasi, menetapkan strategi organisasi, memilih teknologi yang tepat, menetapkan struktur organisasi yang sesuai, sistem imbalan dan hukuman, sistem pengelolaan sumberdaya manusia, sistem dan prosedur kerja, dan komunikasi serta motivasi.
Salah satu cara mengembangkan budaya adalah dengan menetapkan visi yang jelas dan langkah yang strategis, mengembangkan alat ukur kinerja yang jelas, menindaklanjuti tujuan yang telah dicapai, menetapkan sistem imbalan yang adil, menciptakan iklim kerja yang lebih terbuka dan transparan, mengurangi permainan politik dalam organisasi, dan mengembangkan semangat kerja tim melalui pengembangan nilai-nilai inti.
Kepemimpinan dan Inovasi
Inovasi berbeda dengan kreativitas. Kreativitas lebih berfokus pada
penciptaan ide sedangkan inovasi berfokus pada bagaimana mewujudkan ide.
Karena inovasi adalah proses mewujudkan ide, maka diperlukan dukungan dari
faktor-faktor organisasional dan leaderships.
Dalam membahas inovasi paling tidak ada duabelas tema umum yang berkaitan dengan pembahasan tentang inovasi yaitu kreativitas dan inovasi, karakteristik umum orang-orang kreatif, belajar atau bakat, motivasi, hambatan untuk kreatif dan budaya organisasi, struktur organisasi, struktur kelompok, peranan pengetahuan, kreativitas radikal atau inkrimental, struktur dan tujuan,proses, dan penilaian. Kemampuan organisasi dalam mengelola keduabelas tema tersebut akan menentukan keberhasilannya dalam melakukan inovasi.
Inovasi berkaitan erat dengan proses penciptaan pengetahuan. Proses penciptaan pengetahuan dilakukan dengan melakukan observasi atas kejadian, mengolahnya menjadi data, lalu data dijadikan informasi, dan informasi diberikan konteks sehingga menjadi pengetahuan. Pengetahuan inilah yang oleh pemimpin dijadikan arah atau bekal untuk melakukan inovasi. Organisasi yang mampu secara terus menerus melakukan penciptaan pengetahuan disebut sebagai learning organization.
Sumber Buku Kepemimpinan Karya TIM FISIP

Tipe Kepemimpinan

Tipe kepemimpinan akan identik dengan gaya kepemimpinan seseorang. Tipe
kepemimpinan yang secara luas dikenal dan diakui keberadaannya adalah

1. Tipe Otokratik
Seorang pemimpin yang tergolong otokratik memiliki serangkaian karakteristik yang biasanya dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Seorang pemimpin otokratik adalah seorang yang egois. Egoismenya akan memutarbalikkan fakta yang sebenarnya sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikannya sebagai kenyataan. Dengan egoismenya, pemimpin otokratik melihat peranannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasional. Egonya yang besar menumbuhkan dan mengembangkan persepsinya bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadinya. Dengan persepsi yang demikian, seorang pemimpin otokratik cenderung menganut nilai organisasional yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk pencapaian tujuannya. Berdasarkan nilai tersebut, seorang pemimpin otokratik akan menunjukkan sikap yang menonjolkan keakuannya dalam bentuk
-          Kecenderungan memperlakukan bawahan sama dengan alat lain dalam organisasi
-          Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas
-          Pengabaian peranan bawahan dalam proses pengambilan keputusan
Sikap pemimpin demikian akan menampakkan diri pada perilakunya dalam berinteraksi dengan bawahannya, misalnya tidak mau menerima saran dan pandangan bawahannya, menonjolkan kekuasaan formal.
Dengan persepsi, nilai, sikap, dan perilaku demikian, seorang pemimpin yang
otokratik dalam praktek akan menggunakan gaya kepemimpinan
* Menuntut ketaatan penuh bawahannya
* Menegakkan disiplin dengan kaku
* Memberikan perintah atau instruksi dengan keras
* Menggunakan pendekatan punitip dalam hal bawahan melakukan penyimpangan.

2. Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin ini umumnya terdapat pada masyarakat tradisional. Popularitas pemimpin yang paternalistik mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
* Kuatnya ikatan primordial
* Extended family system
* Kehidupan masyarakat yang komunalistik
* Peranan adat istiadat yang kuat
* Masih dimungkinkan hubungan pribadi yang intim
Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam kehidupan organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh harapan bawahan kepadanya. Harapan bawahan berwujud keinginan agar pemimpin mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk, memberikan perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya. Pemimpin yang paternalistik mengharapkan agar legitimasi kepemimpinannya merupakan penerimaan atas peranannya yang dominan dalam kehidupan organisasional. Berdasarkan persepsi tersebut, pemimpin paternalistik menganut nilai organisasional yang mengutamakan kebersamaan. Nilai tersebut mengejawantah dalam sikapnya seperti kebapakan, terlalu melindungi bawahan. Sikap yang demikian tercermin dalam perilakunya berupa tindakannya yang menggambarkan bahwa hanya pemimpin yang mengetahui segala kehidupan organisasional, pemusatan pengambilan keputusan pada diri pemimpin. Dengan penonjolan dominasi keberadaannya dan penekanan kuat pada kebersamaan, gaya kepemimpinan paternalistik lebih bercorak pelindung, kebapakan dan guru.
3. Tipe Kharismatik

Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik yang khas yaitu
daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi. Pengikutnya tidak mempersoalkan nilai yang dianut, sikap, dan perilaku serta gaya yang digunakan pemimpin itu.

4. Tipe Laissez Faire
Persepsi seorang pemimpin yang laissez faire melihat perannya sebagai polisi lalu lintas, dengan anggapan bahwa anggota organisasi sudah mengetahui dan cukup dewasa untuk taat pada peraturan yang berlaku. Seorang pemimpin yang laissez faire cenderung memilih peran yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri.
Nilai yang dianutnya biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas, mempunyai kesetiaan, taat pada norma, bertanggung jawab.
Nilai yang tepat dalam hubungan atasan –bawahan adalah nilai yang didasarkan pada saling mempercayai yang besar. Bertitik tolak dari nilai tersebut, sikap pemimpin laissez faire biasanya permisif. Dengan sikap yang permisif, perilakunya cenderung mengarah pada tindakan yang memperlakukan bawahan sebagai akibat dari adanya struktur dan hirarki organisasi. Dengan demikian, gaya kepemimpinan yang digunakannya akan dicirikan oleh
* Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif
* Pengambilan keputusan diserahkan kepada pejabat pimpinan yang lebih rendah
* Status quo organisasional tidak terganggu
* Pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak yang inovatif dan kreatif diserahkan kepada anggota organisasi
* Intervensi pemimpin dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang minimal

5. Tipe Demokratik
Ditinjau dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator. Karenanya, pendekatan dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya adalah holistik dan integralistik. Seorang pemimpin yang demokratik menyadari bahwa organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan organisasi. Seorang pemimpin yang demokratik melihat bahwa dalam perbedaan sebagai kenyataan hidup, harus terjamin kebersamaan. Nilai yang dianutnya berangkat dari filsafat hidup yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi. Nilai tersebut tercermin dari sikapnya dalam hubungannya dengan bawahannya, misalnya dalam proses pengambilan keputusan sejauh mungkin mengajak peran serta bawahan sehingga bawahan akan memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Dalam hal menindak bawahan yang melanggar disiplin organisasi dan etika kerja, cenderung bersifat korektif dan edukatif. Perilaku kepemimpinannya mendorong bawahannya untuk menumbuhkembangkan daya inovasi dan kreativitasnya. Karakteristik lainnya adalah kecepatan menunjukkan penghargaan kepada bawahan yang berprestasi tinggi. Berdasarkan persepsi, nilai, sikap, dan perilaku, maka gaya kepemimpinannya biasanya mengejawantah dalam hal:
Pandangan bahwa sumber daya dan dana yang tersedia bagi organisasi, hanya dapat digunakan oleh manusia dalam organisasi untuk pencapaian tujuan dan sasarannya.
Selalu mengusahakan pendelegasian wewenang yang praktis dan realistik
Bawahan dilibatkan secara aktif dalam proses pengambilan keputusan
Kesungguhan yang nyata dalam memperlakukan bawahan sebagai mahluk politik, sosial, ekonomi, dan individu dengan karakteristik dan jati diri yang khas
Pengakuan bawahan atas kepemimpinannya didasarkan pada pembuktian
kemampuan memimpin organisasi dengan efektif.

Kekuasaan – Pengaruh dalam Kepemimpinan
Dalam situasi dan kondisi bagaimana pun, jika seseorang berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka aktivitas seperti itu telah melibatkannya ke dalam aktivitas kepemimpinan. Jika kepemimpinan tersebut terjadi dalam suatu organisasi tertentu dan seseorang berupaya agar tujuan organisasi tercapai, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan dapat dianggap sebagai “modalitas” dalam kepemimpinan, dalam arti sebagai cara-cara yang disenangi dan digunakan oleh seseorang sebagai wahana untuk menjalankan kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.Atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku yang konsisten ditunjukkan dan sebagai yang diketahui oleh pihak lain ketika seseorang berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain. Perilaku ini dikembangkan setiap saat dan yang dipelajari oleh pihak lain untuk mengenal ataupun menilai kepemimpinan seseorang. Namun demikian, gaya kepemimpinan seseorang tidaklah bersifat “fixed”. Maksudnya adalah bahwa seorang pemimpin mempunyai kapasitas untuk membaca situasi yang dihadapinya dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya sesuai dengan situasi tersebut, meskipun penyesuaian itu mungkin hanya bersifat sementara. Pada pihak lain, setiap pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen atau watak, dan kepribadian sendiri yang unik/khas, sehingga tingkah laku dan gayanyalah yang membedakannya dari orang lain. Gaya/style hidupnya ini pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya.
Tipe kepemimpinan seseorang menurut Sondang P Siagian (1994: 27-45)
dapat dianalisis dengan menggunakan kategorisasi berdasarkan:
Ø Persepsi seorang pemimpin tentang peranannya selaku pemimpin
Ø Nilai-nilai yang dianut
Ø Sikap dalam mengemudikan jalannya organisasi
Ø Perilaku dalam memimpin
Ø Gaya kepemimpinan yang dominant
Prinsip pertama dalam kepemimpinan adalah adanya hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Tanpa yang dipimpin tidak ada orang yang perlu memimpin. Prinsip kedua adalah bahwa pemimpin yang efektif menyadari
dan mengelola secara sadar dinamika hubungan antara pemimpin dengan yang
dipimpin (Richard Beckhard, 1995:125-126).
Keberhasilan seorang pemimpin dalam melaksanakan fungsinya tidak hanya ditentukan oleh salah satu aspek semata-mata, melainkan antara sifat, perilaku, dan kekuasaan-pengaruh saling menentukan sesuai dengan situasi yang mendukungnya. Kekuasaan-pengaruh mempunyai peranan sebagai daya dorong bagi setiap pemimpin dalam mempengaruhi, menggerakkan, dan mengubah perilaku yang dipimpinnya ke arah pencapaian tujuan organisasi.
Kekuasaan
Konsepsi mengenai kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari kemampuan, kewibawaan, dan kekuasaan. Seorang pemimpin, karena status dan tugas- tugasnya pasti mempunyai kekuasaan. Kekuasaan merupakan kapasitas untuk mempengaruhi secara unilateral sikap dan perilaku orang ke arah yang diinginkan (Gary Yukl,1996: 183).
Konsepsi mengenai sumber kekuasaan yang telah diterima secara luas adalah dikotomi antara “position power” (kekuasaan karena kedudukan) dan “personal power” (kekuasaan pribadi). Menurut konsep tersebut, kekuasaan sebagian diperoleh dari peluang yang melekat pada posisi seseorang dalam organisasi dan sebagian lagi disebabkan oleh atribut-atribut pemimpin tersebut serta dari hubungan pemimpin – pengikut. Termasuk dalam position power adalah kewenangan formal, kontrol terhadap sumber daya dan imbalan, kontrol terhadap hukuman, kontrol terhadap informasi, kontrol ekologis. Sedangkan personal power berasal dari keahlian dalam tugas, persahabatan, kesetiaan, kemampuan persuasif dan karismatik dari seorang pemimpin (Gary Yukl,1996:167-175). Dengan bahasa yang sedikit berbeda, Kartini Kartono (1994:140) mengungkapkan bahwa sumber kekuasaan seorang pemimpin dapat berasal dari
a. Kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain;
b. Sifat dan sikapnya yang unggul, sehingga mempunyai kewibawaan terhadap pengikutnya;
c. Memiliki informasi, pengetahuan, dan pengalaman yang luas;
d. Memiliki kemahiran human relation yang baik, kepandaian bergaul dan berkomunikas
Kekuasaan merupakan kondisi dinamis yang dapat berubah sesuai perubahan kondisi dan tindakan-tindakan individu atau kelompok. Ada dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh, dipertahankan atau hilang dalam organisasi. Teori tersebut adalah
* Social Exchange Theory, menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh dan hilang selagi proses mempengaruhi yang timbal balik terjadi selama beberapa waktu antara pemimpin dan pengikut. Fokus dari teori ini mengenai expert power dan kewenangan.
* Strategic Contingencies Theory, menjelaskan bahwa kekuasaan dari suatu subunit organisasi tergantung pada faktor keahlian dalam menangani masalah penting, sentralisasi unit kerja dalam arus kerja, dan tingkat keahlian dari subunit tersebut.
Para pemimpin membutuhkan kekuasaan tertentu untuk dapat efektif, namun hal itu tidak berarti bahwa lebih banyak kekuasaan akan lebih baik. Jumlah keseluruhan kekuasaan yang diperlukan bagi kepemimpinan yang efektif tergantung pada sifat organisasi, tugas, para bawahan, dan situasi. Pemimpin yang mempunyai position power yang cukup, sering tergoda untuk membuat banyak orang tergantung padanya daripada mengembangkan dan menggunakan expert power dan referent power. Sejarah telah menunjukkan bahwa pemimpin yang mempunyai position power yang terlalu kuat cenderung menggunakannya untuk mendominasi dan mengeksploatasi pengikut. Sebaliknya, seorang pemimpin yang tidak mempunyai position power yang cukup akan mengalami kesukaran dalam mengembangkan kelompok yang berkinerja tinggi dalam organisasi. Pada umumnya, mungkin lebih baik bagi seorang pemimpin untuk mempunyai position power yang sedang saja jumlahnya, meskipun jumlah yang optimal akan bervariasi tergantung situasi.
Sedangkan dalam personal power, seorang pemimpin yang mempunyai expert power atau daya tarik karismatik sering tergoda untuk bertindak dengan cara-cara yang pada akhirnya akan mengakibatkan kegagalan.
Pengaruh
Sebagai esensi dari kepemimpinan, pengaruh diperlukan untuk menyampaikan gagasan, mendapatkan penerimaan dari kebijakan atau rencana dan untuk memotivasi orang lain agar mendukung dan melaksanakan berbagai keputusan. Jika kekuasaan merupakan kapasitas untuk menjalankan pengaruh, maka cara kekuasaan itu dilaksanakan berkaitan dengan perilaku mempengaruhi. Oleh karena itu, cara kekuasaan itu dijalankan dalam berbagai bentuk perilaku mempengaruhi dan proses-proses mempengaruhi yang timbal balik antara pemimpin dan pengikut, juga akan menentukan efektivitas kepemimpinan.
Jenis-jenis spesifik perilaku yang digunakan untuk mempengaruhi dapat dijadikan jembatan bagi pendekatan kekuasaan dan pendekatan perilaku mengenai kepemimpinan.
Sejumlah studi telah mengidentifikasi kategori perilaku mempengaruhi yang
proaktif yang disebut sebagai taktik mempengaruhi, antara lain :
* Persuasi Rasional:
Pemimpin menggunakan argumentasi logis dan bukti faktual untuk mempersuasi pengikut bahwa suatu usulan adalah masuk akal dan kemungkinan dapat mencapai sasaran.
* Permintaan Inspirasional:
Pemimpin membuat usulan yang membangkitkan entusiasme pada pengikut dengan menunjuk pada nilai-nilai, ide dan aspirasi pengikut atau dengan meningkatkan rasa percaya diri dari pengikut.
* Konsultasi:
Pemimpin mengajak partisipasi pengikut dalam merencanakan sasaran, aktivitas atau perubahan yang untuk itu diperlukan dukungan dan bantuan pengikut atau pemimpin bersedia memodifikasi usulan untuk menanggapi perhatian dan saran dari pengikut.
* Menjilat:
Pemimpin menggunakan pujian, rayuan, perilaku ramah-tamah, atau perilaku
yang membantu agar pengikut berada dalam keadaan yang menyenangkan atau
mempunyai pikiran yang menguntungkan pemimpin tersebut sebelum meminta
sesuatu.
* Permintaan Pribadi:

Pemimpin menggunakan perasaan pengikut mengenai kesetiaan dan
persahabatan terhadap dirinya ketika meminta sesuatu.

* Pertukaran:
Pemimpin menawarkan suatu pertukaran budi baik, memberi indikasi kesediaan untuk membalasnya pada suatu saat nanti, atau menjanjikan bagian dari manfaat bila pengikut membantu pencapaian tugas.
* Taktik Koalisi:
Pemimpin mencari bantuan dari orang lain untuk mempersuasi pengikut agar melakukan sesuatu atau menggunakan dukungan orang lain sebagai suatu alasan bagi pengikut untuk juga menyetujuinya.
* Taktik Mengesahkan:
Pemimpin mencoba untuk menetapkan validitas permintaan dengan menyatakan kewenangan atau hak untuk membuatnya atau dengan membuktikan bahwa hal itu adalah konsisten dengan kebijakan, peraturan, praktik atau tradisi organisasi.
* Menekan:
Pemimpin menggunakan permintaan, ancaman, seringnya pemeriksaan, atau peringatan-peringatan terus menerus untuk mempengaruhi pengikut melakukan apa yang diinginkan.
Pilihan mengenai perilaku mempengaruhi tergantung pada position power dan personal power yang dimiliki pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya pada situasi tertentu. Perilaku mempengaruhi seorang pemimpin secara langsung mempengaruhi sikap dan perilaku orang yang dipimpin baik berupa komitmen, kepatuhan maupun perlawanan. Hasil dari proses mempengaruhi, juga mempunyai efek umpan balik terhadap perilaku pemimpin.Selain itu, dampak kekuasaan pemimpin pada dasarnya tergantung pada apa yang dilakukan pemimpin dalam mempengaruhi orang yang dipimpin.Dengan demikian, hasil dari usaha mempengaruhi merupakan akumulasi dari keterampilan mempengaruhi, perilaku mempengaruhi, dan kekuasaan pemimpin.

0 komentar:

Posting Komentar